Kamis, 04 Desember 2008

PEMERINTAH DIMINTA BERHATI-HATI MEMBANGUN JALAN DI KEL


 

Press Release

Chik Rini (Press Officer LIF)

Tanggal : 26 November 2008

Yayasan Leuser Internasional mengingatkan Pemerintah dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Cipta Karya NAD untuk berhati-hati membangun jalan di dalam kawasan hutan Ekosistem Leuser. Seperti yang diberitakan di Harian Serambi Indonesia (26/11/2008), pemerintah mengalokasikan dana Rp 57 milyar dalam tahun anggaran 2008 untuk membangun beberapa ruas jalan di dalam KEL. Antara lain : jalan tembus Babahrot-Terangon, Muara Situlen-Gelombang, Pondok Baru – Samarkilang, Pining – Lesten, Keude Trumon – Bulohseuma dan Rundeng – Krueng Luas yang kesemuanya masuk dalam KEL.

"Sebagian ruas jalan tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Lindung. Pemerintah harus memperhatikan aspek lingkungan dan UU yang mengikatnya. Kami sangat mengkhawatirkan bahwa pembangunan jalan ini akan memperparah kerusakan KEL yang terus meningkat dari tahun ke tahun" kata Direktur Program YLI, Yuswar Yunus di Banda Aceh (26/11).

Dari hasil pencitraan satelit diketahui pasti bahwa semua jalur jalan yang terpantau di dalam KEL berkorelasi terhadap kehilangan tutupan hutan secara signifikan. YLI meyakini bahwa pembukaan jalan akan berdampak pada kehancuran KEL karena membuka akses orang untuk melakukan pencurian kayu dan merambah hutan. Dari intepretasi satelit, dari tahun 1990 – 2006 KEL telah kehilangan 225.665 hektar hutan dari total luas KEL di NAD ± 2.255.577 hektar.

"Kami sangat prihatin bahwa Aceh saat ini terus menerus mengalami bencana alam seperti longsor dan banjir. Harusnya ini menjadi pelajaran berharga kita untuk arif memperlakukan hutan dan lingkungan. Maka dari itu kami kembali mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dengan rencana ini," kata Yuswar Yunus.

YLI telah memberikan kajian teknis kepada dinas terkait seperti Bapedal NAD tentang informasi lingkungan di beberapa ruas jalan yang hendak dikerjakan pemerintah. Seperti di jalan Babahrot – Terangon, jalan yang sudah dibuka sejauh 7 kilometer masuk dalam Kawasan Hutan Lindung. Jalan Gelombang – Muara Situlen sudah dipastikan lebih 80 persen masuk dalam Kawasan Hutan Lindung sejauh 56, 4 kilometer yakni di ruas Muara Situlen – Mardinding, Tanjung Sari – Dusun Mamora, Desa Bukit Indah – Dusun II Gunung Nias, dan Simpang IV – Pare-pare. Jalan Pondok Baru – Samarkilang di ruas Rusip - Samarkilang sejauh 1,5 kilometer masuk Kawasan Hutan Lindung.

"Sedang jalan Keude Trumon - Bulohseuma masuk Suaka Margasatwa Rawa Singkil sejauh lebih dari 17 kilometer. "Di Karakteristik lahannya merupakan daerah resapan air dengan kedalam hutan rawa gambut mencapai 5 meter, " kata Yuswar Yunus.

Kawasan Hutan Lindung adalah salah satu Kawasan Lindung. Pembangunan jalan di Kawasan Lindung perlu mempertimbangkan UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan dan PP No. 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Salah satunya disebutkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah di Kawasan Lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami. Mengubah bentang alam salah satunya adalah tidak melakukan cut and fill, menutup dan membelokkan aliran sungai.

Jalan-jalan yang akan dikerjakan pemerintah dari analisis YLI juga akan memotong daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Bahkan jalan Muara Situlen – Gelombang dan jalan Babahrot – Terangon akan memblokir Taman Nasional Gunung Leuser. di bagian selatan – tenggara termasuk kawasan Gunung Air. Sedang di bagian utara-barat daya di sekitar Nagan Raya. Jalan-jalan ini juga akan membelah Daerah Aliran Sungai (DAS) Kr. Tripa- Kr. Semayam- Kr. Batee, daerah tangkapan air Lawe Alas dan Krueng Jambo Aye.

Keberadaan jalan Muara Situlen – Gelombang dan Babahrot – Terlis menyebabkan KEL bagian barat – selatan terfragmentasi (terbelah) secara antropogenik menjadi empat fragmen hutan yang jika dinilai dari sudut konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya akan sangat merugikan. Ini tentu saja tidak sejalan dengan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU No. 5 tahun 1994 tentang pengesahan (Rativikasi) Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati.

Dari segi pelaksanaan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, kebijakan pembangunan jalan tersebut jelas akan menyulitkan Pemerintah Aceh dalam melaksanakan tugasnya melestarikan KEL sebagaimana diamanatkan dalam pasal 150 serta mewujudkan Aceh Green Province. Pembangunan jalan jelas akan menimbulkan dampak negatif bagi KEL.

YLI juga menilai sebagian besar jalan yang akan dikerjakan oleh pemerintah di dalam KEL berada dalam sistem lahan yang memiliki karakteristik yang labil. Dengan kemiringan lebih dari 40 persen, kawasan ini rawan longsor dan erosi. "Jalan ini akan memakan biaya perawatan yang tinggi di kemudian hari akibat kelabilan tanahnya,"kata Yuswar Yunus. Dan juga harus diingat bahwa dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan bahwa KEL masuk dalam kawasan strategis nasional," kata Yuswar Yunus yang merupakan guru besar Fakultas Pertanian di Unsyiah.Dalam banyak pengalaman di Indonesia dan negara lain, keberadaan jalan umum dalam kawasan hutan merupakan titik awal dari kehancuran hutan sekitarnya. Dari hasil penelitian bahwa potensi kerusakan hutan akibat adanya jalan umum dapat mencapai 2400 hektar untuk tiap kilometer jalan. Akibatnya ekosistem hutan menjadi terfragmentasi dan tidak lagi bisa berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan pencegahan banjir dan longsor.(selesai)


 


 

Tidak ada komentar: